LAPORAN INTELLECTUAL CAPITAL YANG DILAKUKAN PERUSAHAAN

Perusahaan-perusahaan melakukan pelaporan Intellectual Capital karena berbagai alasan. Lima alasan perusahaan-perusahaan melaporkan Intellectual Capital adalah :

1)      Pelaporan Intellectual Capital dapat membantu organisasi merumuskan strategi bisnis. Dengan mengidentifikasi dan mengembangkan Intellectual Capital suatu organisasi untuk mendapatkan competitive advantage.

2)      Pelaporan Intellectual Capital dapat membawa pada pengembangan indikator-indikator kunci prestasi perusahaan yang akan membantu mengevaluasi hasil-hasil pencapaian strategi.

3)      Pelaporan Intellectual capital dapat membantu mengevaluasi merger dan akuisisi perusahaan, khususnya untuk menentukan harga yang dibayar oleh perusahaan pengakuisisi.

4)      Menggunakan pelaporan Intellectual Capital nonfinancial dapat dihubungkan dengan rencana intensif dan kompensasi perusahaan. Alasan pertama sampai dengan keempat, merupakan alasan internal dari perusahaan dalam melaporkan Intellectual Capital.

5)      Alasan ini merupakan alasan eksternal perusahaan yaitu mengkomunikasikan pada stakeholder eksternal tentang Intellectual Property yang dimiliki perusahaan.

Daniel Andiersen mengajukan daftar yang lebih pendek mengenai alasan-alasan perusahaan melaporkan Intellectual Capital yaitu untuk meningkatkan manajemen perusahaan, untuk meningkatkan pelaporan eksternal dan untuk memenuhi faktor-faktor perundang-undangan dan transaksi. Sumber-sumber intangible perlu untuk dikelola dengan perhatian yang lebih. Pengelolaan yang efektif dari Intellectual Property juga dapat membantu mengukur Intellectual Property. Pengukuran Intellectual Capital yang baik akan melengkapi pengukuran secara financial, memberikan feedback mekanisme dari tindakan-tindakan, memberikan informasi untuk mengembangkan strategi-strategi baru.

Meningkatkan pelaporan eksternal mengenai Intellectual Capital dapat dengan cara (Andiersen dalam Holmen, 2005) :

1 Menghapus perbedaan antara book value dengan market value,

2 Menyediakan informasi yang meningkat tentang “real value” dari organisasi,

3 Mengurangi asimetri informasi,

4 meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan model pelaporan dengan melakukan penilaian pada intangible asset

5 Meningkatkan reputasi organisasi.

berikut ini dapat dilihat bagaimana human capital berperan sebagai balok pembangun organizational capital perusahaan. Kolaborasi antara human capital dan organizational capital ini akan menghasilkan costumer capital yang sukses. Pada pusat dari ketiga bentuk intellectual capital tersebut terdapat finacial capital atau value yang dihasilkan oleh intraksi dari ketiga komponen tesebut. Interaksi tersebut adalah interaksi yang dinamis, terus menerus, dan luas, sehingga semakin meningkat interaksi ketiga komponen, semakin besar nilai yang dihasilkan

Hal yang selalu menjadi pertanyaan adalah dapatkah intellectual capital disebut aset? Berdasarkan penelitian yang disebutkan bahwa karakteristik suatu aset adalah probable future economic benefits obtained orcontroled by particular entity as a result of past transaction or events bahwa aktiva merupakan kemungkinan manfaat ekonomi masa depan yang didapatkan dan dikontrol oleh entitas sebagai hasil peristiwa atau transaksi masa lampau maka penulis berkesimpulan bahwa pada intinya suatu aktiva merupakan manfaat ekonomik dimasa yang akan datang, yang dapat dikuasai atau dikendalikan oleh perusahaan dan berasal dari transaksi masa lalu.

Sifat-sifat dasar aktiva berikut ini akan dijelaskan dalam hubungannya dengan intellectual capital, yaitu:

  1. Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan sehubungan dengan pengembangan komponen utama intellectual capital berupa human capital, structural capital dan costumer capital, akan memberikan manfaat dimasa yang akan datang, yang selanjutnya akan menunjang going concern dan demi tercapainya tujuan (goal achievment) perusahaan.
  2. Intellectual capital tidak dimiliki oleh perusahaan sepenuhnya, karena apa yang dimiliki oleh perusahaan adalah potensi yang ada di dalam ketiga komponen utama intellectual capital.

3   Human capital, structural capital, dan costumer capital merupakan hasil dari transaksi masa   lalu yang dilakukan oleh perusahaan. (Koenig 2000) menyebutkan bahwa:

What is striking of course is that most of the classic business book-value assets, (physical plant, raw material, inventory, etc.) appear under the phrase “complementary assets”. The implication is clear, that intellectual capital is the core asset. This represents not just a new emphasis on intellectual capital, but a complete sea change in how we think about assets – indeed how we think about the very essence of a corporation.

Melalui pernyataan Koenig diatas, pemahaman kita atas sebuah aset harus diubah. Dengan mendukung adanya perlakuan intellectual capital sebagai core asset yang menjadi salah satu faktor ekonomi dari sebuah produksi disamping faktor tradisional seperti tanah, modal keuangan, dan modal fisik lainnya. Namun, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, kita bisa berpendapat bahwa intellectual capital hanya dapat dianggap sebagai aset dan belum dapat diperlakukan sebagai aset seperti aset-aset lainnya yang dapat diukur dan dilaporkan dalan laporan keuangan perusahaan karena sulitnya pengukuran terhadap aset ini.