PENGEMBANGAN PENGUKURAN INTELLECTUAL CAPITAL STRATEGY

intellectual capital masih menjadi dilema bagi para praktisi akuntansi maupun menajer perusahaan. Namun tidak dapat dipungkiri masalah baru akan muncul jika pengukuran terhadap intellectual capital perusahaan tidak dilakukan. Hal yang akan terjadi adalah adanya missallocation dan perbedaan informasi antara pihak perusahaan dengan investor.

Ada banyak konsep pengukuran intellectual capital yang dikembangkan oleh para peneliti saat ini, jika ditelaah lebih jauh maka metode yang dikembangkan tersebut dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu: pengukuran non monetary (non financial) dan pengukuran monetary (financial). Saat ini cukup banyak perusahaan yang menggunakan ukuran financial dalam menilai kinerja perusahaan. Sementara itu (Thornburg 1994) mengutip pendapat Edvinsson menyatakan bahwa:

Non financial measures that help a company determine direction and predict success might include the number of costumers the company has, the number of ideas customer bring to the company and how they are developed, the number of software packages compared to the number of employees, how many people are tied into the internet system, how much networking is done between customers and employees, and similar measures that show the relationship between human, customer and structural capital.

Menguraikan beberapa keunggulan menggunakan pengukuran non moneter dalam mengukur intangible assets perusahaan. Keunggulan tersebut adalah sebagai berikut:

  • Pengukuran secara non moneter akan mudah untuk menunjukkan unsur-unsur yang membangun intellectual capital dalam perusahaan, sedangkan secara moneter hal itu akan sulit dilakukan.
  • Pengaruh internal development dalam pembentukan intellectual capital tidak dapat diukur dengan pengukuran atribut moneter.
  • Pengkapitalisasian biaya menjadi asset akan mengakibatkan adanya manipulasi terhadap laba.

Banyak peneliti luar negeri yang telah melakukan penelitian dalam pengukuran intellectual capital, baik secara literatur maupun penerapan langsung pada perusahaan. Diawali tahun 1992, Arthur Andersen melaksanakan riset terhadap penilaian asset tidak berwujud. Survey dilakukan pada sejumlah perusahaan di Inggris. Dari hasil survey tersebut Andersen memberikan beberapa metode yang dapat digunakan untuk menilai aktiva tidak berwujud perusahaan yaitu:

1. Market Based, yang meliputi nilai pasar yang dapat disamakan.

2. Economic Based, meliputi net cash flow/earnings, kontribusi brand, metode royalti.

3. Hybrid Based Model, meliputi pendekatan aset dan premium (PE).

Dengan mengacu pada pandangan yang diberikan oleh Commissioner Wallman disebutkan bahwa ada tiga metode yang dapat digunakan dalam bidang akuntansi guna mengukur dan melaporkan intellectual capital perusahaan. Ketiga metode ini dibagi kedalam dua kelompok pengukuran yaitu metode pengukuran secara langsung (direct intellectual capital method) dan tidak langsung (indirect method). Berikut ini adalah penjelasan dari kedua metode pengukuran tersebut.

1. Indirect Methods. Metode-metode yang termasuk dalam kelompok ini adalah:

a. Metode yang menggunakan konsep Return On Asset (ROA)

Metode ini menghitung kelebihan return dari tangible assets milik perusahaan dan menganggapnya sebagai intangible assets untuk dihitung sebagai intellectual capital. Metode ini mudah untuk disajikan karena seluruh informasi telah tersedia dengan mudah pada laporan tahunan, dan dapat segera dibandingkan dengan rata-rata perusahaan sejenis. Kelemahannya adalah metode ini hanya mengukur intellectual capital perusahaan masa lalu karena masih mendasarkan pada historical cost, dan belum dapat diterapkan pada perusahaan baru.

b. Metode Market Capitalization Method (MCM) yang memerlukan penyesuaian atas inflasi dan replacement cost.

Metode ini melaporkan kelebihan kapitalisasi pasar perusahaan (yang dicerminkan dengan nilai pasar saham) atas stockholders equity (setelah disesuaikan dengan inflasi dan replacement cost) sebagai nilai intellectual capital. Salah satu metode yang terkenal adalah Tobin’s “Q”. Kelemahan dari metode ini adalah ketergantungan sepenuhnya pada pasar, dengan asumsi pasar efisien dan tidak disyaratkannya laporan keuangan yang telah disesuaikan terhadap inflasi.

2. Direct Intellectual Capital (DIC) Methods. Metode ini langsung menuju ke komponen intellectual capital. Variabel-variabel intellectual capital dikelompokkan dalam kategori, kemudian dibagi ke dalam komponen-komponen. Masing-masing

komponen diidentifikasikan dan diukur terpisah sebelum dikompilasi menjadi satu kelompok intellectual capital. Mengkasifikasikan intellectual capital menjadi empat kategori:

1. Market assets (misalnya merk, loyalitas konsumen)

2. Intellectual property assets (misalnya paten, rahasia dagang)

3. Human–centered assets (misalnya pendidikan, penguasaan pekerjaan)

4. Infrastructure assets (misalnya filosofi manajemen, budaya perusahaan)

Kuantifikasi komponen-komponen ini ke dalam unit moneter cukup sulit karena harus mencakup berbagai satuan yang berbeda, nilai mata uang, serta rasio-rasio lainnya. Salah satu cara yang mudah adalah menggunakan koefisien untuk komponen-komponen tersebut. Dimana dalam menghitung nilai mata uang digunakan koefisien “c”, “i” untuk mengukur komponen-komponen intellectual capital dalam rasio, dan nilai moneter dari intellectual capital ditetapkan dengan mengalikan “i” dan “c”.

Seiring dengan semakin banyak riset terhadap metode pengukuran intellectual capital, mencoba mengklasifikasikan 21 metode pengukuran yang ada kedalam empat kelompok besar. Keempat kelompok itu adalah sebagai berikut :

  1. Direct Intellectual Capital Methods (DIC). Estimasi nilai dolar dari aset tidak berwujud dilakukan dengan cara mengidentifikasi komponen-komponen yang bervariasi. Sekali komponen-komponen ini dapat diidentifikasikan, komponen-komponen tersebut langsung dapat dievaluasi baik secara individu maupun sebagai suatu koefisien agregat (aggregated coefficient).
  1. Market Capitalization Methods (MCM). Perhitungan terhadap perbedaan antara kapitalisasi pasar perusahaan dengan ekuitas pemegang sahamnya sebagai nilai dari intellectual capital atau intangible assets perusahaan.
  1. Return On Assets (ROA). Rata–rata laba sebelum pajak dalam suatu periode dibagi dengan nila aset berwujud. Hasil dari pembagian ini merupakan return on assets perusahaan yang dapat dibandingkan dengan rata-rata industri.
  1. Scorecards Methods (SC). Komponen–komponen dari aset tidak berwujud atau intellectual capital diidentifikasikan. Dan indikator-indikator yang ada dilaporkan dalam bentuk scorecards atau grafik. Metode Scorecard ini hampir sama dengan metode direct intellectual capital yang mengharapkan tidak ada estimasi yang dibuat dari nilai dolar asset tidak berwujud.

Metode-metode ini memiliki manfaat sebagai berikut :

1. Metode – metode yang menawarkan penilaian dalam dolar seperti return on asset dan market capitalization method digunakan dalam situasi merger, akuisisi dan penilaian harga pasar saham. Metode ini dapat juga digunakan untuk membandingkan perusahaan yang berada dalam industri yang sama. Metode ini juga sangat tepat untuk mengilustrasikan nilai keuangan aset tidak berwujud. Kelemahan metode ini adalah pengubahan segala sesuatu kedalam nilai uang akan memberikan kedangkalan makna.

2. Manfaat direct intellectual capital dan metode scorecard adalah kemampuannya untuk menghasilkan gambaran yang lebih komprehensif dari kondisi kesehatan sebuah organisasi dari pada financial metrics, serta lebih mudah diterapkan pada setiap level organ